29.6 C
Jember
Jumat, April 19, 2024
spot_img

Sekdes Desa Kasiyan Timur Kec.Puger Berbagi Ilmu Budidaya Lele Sistem BIOKMASI RAS

Kasiyantimur.idJEMBER, Siapa yang tidak kenal dengan ikan lele? Jenis ikan konsumsi yang satu ini memang sangat akrab dengan lidah orang Indonesia. Karena itu, kita akan cukup mudah menemukannya di rumah-rumah makan terdekat. Jadi, sudah sewajarnya permintaan akan ikan lele semakin meningkat, baik pasar domistik area Jember dan Sekitarnya. Namun, peningkatan permintaan tidak sebanding dengan penambahan peternak, sehingga terjadinya kekurangan produksi. Tentu saja, hal ini adalah peluang bisnis yang menjanjikan buat masyarakat sekitar.

Menurut Pak Sugeng selaku Sekdes Desa Kasiyan timur kec. Puger , penerapan budidaya lele dengan RAS ini bertujuan agar masyarakat berbagai kalangan lebih menyukai lele untuk dikonsumsi bahkan menjadi salah satu protein pengganti dari daging. “Karena masih ada image-nya (pencitraannya) bahwa lele dipelihara dari kolam yang jorok dan bau,” ungkap pak sekdes Sugeng saat di temui di lokasi budidaya lelenya.

Hanya menggunakan lahan budidaya sekitar 70 meter persegi (m2), pak sekdes Sugeng mampu menghasilkan 2,5 ton lele dengan metode RAS ini sekali siklus pembesaran. Lanjutnya, Mengingat Kabuaten Jember merupakan salah satu kabupaten padat penududuk budidaya dengan metode RAS ini hemat air dan mungkin hampir bisa dikatakan zero waste (tanpa limbah). Namun dalam perjalanan proses budidaya tetap harus ada maintenance (pemeliharaan) yang harus dilakukan sehingga proses budidaya sesuai yang diharapkan.

Lele yang dihasilkan dengan metode RAS ini berbeda dengan lele pada umumnya, kata pak sekdes Sugeng. Hal ini terlihat dari tekstur dan uji lab dari daging lelenya. Secara warna daging lele yang dibudidayakan dengan metode RAS akan berwarna putih dan empedu ikan terlihat bening. “Menurut konsumen lele yang biasa membeli lele di sini, rasanya lebih gurih dan tekstur dagingnya lebih padat,” ujar pak Sugeng yang juga menjual olahan lele hasil budidaya metode RAS ini.

Pengelolaan Air
Seperti yang diungkapkan sebelumnya, hampir bisa dikatakan zero waste bila menggunakan metode ini, karena memang sedikit sekali air yang dibuang dalam metode ini. Lebih detail pak sugeng menjelaskan, proses pengelolaan dalam metode ini dari  10 hari setelah awal penebaran ikan, air dibuang 1 %, dengan komposisi yang dibuang dari filter mekanis 0.5 % filter biologis 0.5 %. Masuk bulan kedua ikan sudah lebih besar dan porsi pakan meningkat. Tetap dilakukan 1 minggu sekali atau 5 hari sekali pergeseran atau pembuangan air tadi.

Sebenarnya situasional dalam melakukan maintenance RAS, kata pak sugeng. Lanjutnya, jika terjadi penumpukan sedimentasi (hasil kotoran ikan) dengan melambatnya air yang mengalir ke filter biologis dan filter mekanis baru dilakukan pembuangan atau pergeseran sedimen yang berada di vortex (tabung pemisah kotoran dengan air dengan pusaran arus air) biologis ke tabung mineralisasi (sedimantasi yang paling kental hasil pemisahan dari vortex) atau silahkan dibuang. Namun, di sini jarang dibuang endapan tersebut.

Dalam filter biologis sedimentasi bisa dibuang atau digeser ke tabung mineralisasi. Dalam tabung  mineralisasi itu  diberikan aerasi minimal 24 jam.  Setelah 24 jam atau lebih juga lebih bagus, saluran  tabung mineralisasi yang menuju ke kolam budidaya bisa dibuka lagi saluranya terjadi bejana berhubungan dan bergeser lagi ke sump tank yang berisi pompa akan melanjutkan distribusi ke kolam-kolam budidaya.

“Sebenarnya metode ini mengadopsi biofloc namun pembuatan flock nya di luar sistem kolam. Dimana erjadi pada proses mineralisasi yang diberikan probiotik tertentu sehingga amoniak dan kotoran ikan diolah menjadi flock lalu distribusikan ke kolam pemeliharaan lele dan ini merupakan zero waste,” terang Pak Sekdes Sugeng.

Probiotik
Dalam metode ini, semua pasti menggunakan bantuan probiotik, ungkap pak sugeng. Lanjutnya, probotik untuk di media persiapan air sebelum tebar diberikan, dan pada saat maintanenace air di dalam tabung mineralisasi, dosis yang diberikan per meter kubik (m3) sebanyak 10 ml. “Kembali lagi penggunaan probiotik secara situasional, karna banyak faktor bisa terjadi di lapangan seperti perubahan cuaca mendadak, penyakit, dan lain-lain,” ujarnya.

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
3,912PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles